PENGARUH PEMASAKAN DAN PROSES TRANSFER PANAS PADA PEMASAKAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Memasak adalah sebuah cara menstanformasi bahan makanan
menjadi sesuatu yang berbeda. Tranformasi makanan pada umumnya memerlukan
pemanas yang diperoleh dengan cara memindahkan energi dari sumber-sumber panas
ke makanan, sehingga molekul yang terdapat pada makanan berubah cepat dan
bereaksi ke bentuk dan struktur baru. Metode memasak dengan teknik merebus,
mengukus dan menggoreng menunjukkan ada perbedaan bentuk cara pemindahan panas
yaitu melalui perantara air, uap air dan minyak goreng.
Ada beberapa istilah pemindahan energi panas yang digunakan
dalam metode memasak yaitu konduksi, konveksi dan radiasi. Istilah konduksi
digunakan apabila antara bahan makanan dengan medium penghasil panas terjadi
kontak langsung. Konveksi digunakan apabila selama proses pengolahan terjadi
pemindahan panas yang disebabkan oleh perubahan dalam cairan yang menjadi
sumber panas. Selama konveksi, panas dihantarkan oleh perubahan molekul dalam
cairan seperti air, uap udara dan gas. Radiasi digunakan apabila proses
pematangan bahan makanan diperoleh dari energi murni yang memancarkan panas dan
mikrowave.
1.2 Rumusan
Masalah
a.
Apa saja pengaruh
pemasakan pada setiap pangan
b.
Apa
saja proses transfer panas pada
pemasakan
1.3 Tujuan
Penulisan
a.
Untuk
mengetahui pengaruh pemasakan pada setiap pangan
b.
Untuk
mengethui proses transfer panas pada pemasakan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Memasak
Pengertian
memasak adalah menghantarkan panas ke dalam makanan atau proses pemanasan bahan
makanan. Dengan demikian proses memasak hanya terjadi selama panas atau terapan
pada suatu bahan makanan sedang berlangsung.
2.2 Pengaruh Pemasakan
2.2.1 Pengaruh Pemasakan Terhadap
Pangan Protein
Dari semua proses pemasakan bahan pangan, yang paling sering
digunakan adalah pemanasan. Pemanasan protein dapat menyebabkan terjadinya
reaksi-reaksi, baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan. Reaksi-reaksi
tersebut diantaranya denaturasi, kehilangan aktivitas enzim, perubahan
kelarutan dan hidrasi, perubahan warna, derivatisasi residu asam amino, cross-linking,
pemutusan ikatan peptida, dan pembentukan senyawa yang secara sensori aktif.
Reaksi ini dipengaruhi oleh suhu dan lama pemanasan, pH, adanya oksidator,
antioksidan, radikal, dan senyawa aktif lainnya khususnya senyawa karbonil.
Beberapa reaksi yang tidak diinginkan dapat dikurangi. Penstabil seperti
polifosfat dan sitrat akan mengikat Ca2+, dan ini akan meningkatkan
stabilitas panas protein whey pada pH netral. Laktosa yang terdapat
pada whey pada konsentrasi yang cukup dapat melindungi protein dari denaturasi
selama pengeringan semprot (spray drying).
2.2.1.1 Reaksi- reaksi yang
terjadi dalam pemasakan pangan protein
a)
Denaturasi
Denaturasi protein merupakan suatu proses dimana terjadi
perubahan atau modifikasi terhadap konformasi protein, lebih tepatnya terjadi
pada struktur tersier maupun kuartener dari protein. Pada struktur tersier
protein misalnya, terdapat empat jenis interaksi pada rantai samping seperti
ikatan hidrogen, jembatan garam, ikatan disulfida, interaksi non polar pada bagian non hidrofobik. Adapun
penyebab dari denaturasi protein bisa berbagai macam, antara lain panas,
alkohol, asam-basa, maupun logam berat.
Dari segi gizi, denaturasi parsial protein sering
meningkatkan daya cerna dan ketersediaan biologisnya. Pemanasan yang moderat
dengan demikian dapat meningkatkan daya cerna protein tanpa menghasilkan
senyawa toksik. Disamping itu, dengan pemanasan yang moderat dapat
menginaktivasi beberapa enzim seperti protease, lipase, lipoksigenase, amilase,
polifenoloksidase dan enzim oksidatif dan hidrolotik lainnya. Jika gagal
menginaktivasi enzim-enzim ini maka akan mengakibatkan off-flavour,
ketengikan, perubahan tekstur, dan perubahan warna bahan pangan selama
penyimpanan.
b) Maillard
Reaksi antara protein dengan gula pereduksi merupakan
sumber utama penyebab menurunnya nilai gizi protein pangan selama pengolahan
dan penyimpanan. Reaksi maillard ini dapat terjadi pada waktu pembuatan
(pembakaran) roti, produksi breakfast cereals (serpihan jagung, beras,
gandum, dll), dan pemanasan daging terutama bila terdapat bahan pangan nabati.
Pada pembakaran roti, kehilangan zat gizi yang cukup besar tersebut terutama
terjadi pada bagian yang berwarna coklat (crust) karena terjadinya
reaksi dengan gula pereduksi yang dibentuk selama proses fermentasi tetapi
tidak habis digunakan oleh khamir dari ragi roti. Meskipun gula-gula nonreduksi
(misalnya sukrosa) tidak bereaksi dengan protein pada suhu rendah, tetapi pada
suhu tinggi ternyata dapat menimbulkan reaksi maillard, yang pada suhu tinggi
terjadi pemecahan ikatan glikosidik dari sukrosa dan menghasilkan glukosa dan
fruktosa. Contoh lain adalah pada pengolahan susu sapi dengan pemanasan karena
susu merupakan bahan pangan berprotein tinggi yang juga mengandung gula pereduksi
(laktosa) dalam jumlah tinggi.
c)
Rasemisasi
Pada pengolahan dengan menggunakan panas yang tinggi,
protein akan mengalami beberapa perubahan. Perubahan-perubahan ini termasuk
rasemisasi, hidrolisis, desulfurasi, dan deamidasi. Kebanyakan perubahan kimia
ini bersifat ireversibel, dan beberapa reaksi dapat menghasilkan senyawa
toksik.
Rasemisasi residu asam amino dapat mengakibatkan
penurunan daya cerna protein karena kurang mampu dicerna oleh tubuh. Kerugian
akan semakin besar apabila yang terasemisasi adalah asam amino esensial.
Pemanasan protein pada pH alkali dapat merusak beberapa residu asam amino
seperti Arg, Ser, Thr dan Lys. Arg terdekomposisi menjadi ornithine. Jika
protein dipanaskan pada suhu sekitar 200oC, seperti yang terjadi pada permukaan
bahan pangan yang mengalami pemanggangan, broiling, grilling, residu asam
aminonya akan mengalami dekomposisi dan pirolisis. Beberapa hasil pirolisis
yang diisolasi dari daging panggang ternyata bersifat sangat mutagenik. Yang
paling bersifat mutagenik adalah dari pirolisis residu Trp dan Glu. Satu kelas
komponen yaitu imodazo quinoline (IQ) merupakan hasil kondensasi
kreatinin, gula dan beberapa asam amino tertentu seperti Gly, Thr, Al dan Lys,
komponen ini juga toksik. Senyawa-senyawa toksik ini akan jauh berkurang
apabila pengolahan tidak dilakukan secara berlebihan (suhu lebih rendah dan
waktu yang lebih pendek).
2.2.2 Pengaruh Pemasakan
Terhadap Pangan Karbohidrat
Pemasakan karbohidrat diperlukan unutk mendapatkan daya cerna pati
yang tepat, karena karbohidrat merupakan sumber kalori. Pemasakan juga membantu
pelunakan diding sel sayuran dan selanjutnya memfasilitasi daya cerna protein.
Bila pati dipanaskan, granula-granula pati membengkak dan pecah dan pati
tergalatinisasi. Pati masak lebih mudah dicerna daripada pati mentah.
Dalam bahan pangan keberadaan karbohidrat kadang kala tidak sendiri
melainkan berdampingan dengan zat gizi yang lain seperti protein dan lemak.
Interaksi antara karbohidrat (gula) dengan protein telah dibahas, seperti
tersebut diatas. Bahan pangan yang dominan kandungan karbohidratnya seperti
singkong, ubi jalar, gula pasir, dll. Dalam pengolahan yang melibatkan
pemanasan yang tinggi karbohidrat terutama gula akan mengalami karamelisasi
(pencoklatan non enzimatis). Warna karamel ini kadang-kadang justru
dikehendaki, karamelisasi yang berlebihan sebaliknya tidak diharapkan .
Faktor pengolahan juga sangat berpengaruh terhadap kandungan
karbohidrat, terutama seratnya. Beras giling sudah barang tentu memiliki kadar
serat makanan dan vitamin B1 (thiamin) yang lebih rendah dibandingkan dengan
beras tumbuk. Demikian juga pencucian beras yang dilakukan berulang-ulang
sebelum dimasak, akan sangat berperan dalam menurunkan kadar serat. Pengolahan
buah menjadi sari buah juga akan menurunkan kadar serat, karena banyak serat
akan terpisah pada saat proses penyaringan.
2.2.3 Pengaruh Pemasakan
Terhadap Pangan Lemak
Pemasakan yang biasa dilakukan pada rumah tangga sedikit sekali
berpengaruh terhadap kandungan lemak, tetapi pemanasan dalam waktu lama seperti
penggorengan untuk beberapa kali, maka asam lemak esensial akan rusak dan
terbentuk produk polimerisasi yang beracun. Lemak yang dipanaskan berulangkali
dapat menurunkan pertumbuhan pada tikus percobaan.
Dengan proses pemanasan, makanan akan menjadi lebih awet, tekstur,
aroma dan rasa lebih baik serta daya cerna meningkat.salah
satu komponen gizi yang dipengaruhi oleh prose pemanasan adalah lemak. Akibat
pemanasan daging maka lemak dalam daging akan mencair sehingga menambah
palatabilitas daging tersebut.hal ini
disebabkan oleh pecahnya komponen-komponen lemak menjadi produksi volatil
seperti aldehid, keton, alkohol, asam, dan hidrokarbon yang sangat berpengaruh
terhadap pembentukan flavor.
Selama penggorengan bahan pangan dapat terjadi perubahan-perubahan
fisikokimiawi baik pada bahan pangan yang digoreng, maupun minyak gorengnya.
Apabila suhu penggorengannya lebih tinggi dari suhu normal (168-196 oC)
maka akan menyebabkan degradasi minyak goreng berlangsung dengan cepat (antara
lain titik asap menurun). Titik asap minyak goreng tergantung pada kadar
gliserol bebas. Titik asap adalah saat terbentuknya akrolein yang tidak
diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan.
Lemak hewan (babi dan kambing) banyak mengandung asam lemak tidak
jenuh seperti oleat dan linoleat. Asam lemak ini dapat mengalami oksidasi,
sehingga timbul bau tengik pada daging. Proses penggorengan pada suhu tinggi
dapat mempercepat proses oksidasi. Hasil pemecahan dan oksidasi ikatan rangkap
dari asam lemak tidak jenuh adalah asam lemak bebas yang merupakan sumber bau
tengik. Dengan adanya anti oksidan dalam lemak seperti vitamin E (tokoferol),
maka kecapatan proses oksidasi lemak akan berkurang. Sebaliknya dengan adanya
prooksidan seperti logam-logam berat (tembaga, besi, kobalt, dan mangan) serta
logam porfirin seperti pada mioglobin, klorofil, dan enzim lipoksidase maka
lemak akan dipercepat.
Kecepatan oksidasi berbanding lurus dengan tingkat ketidak jenuhan
asam lemak. Asam linoleat dengan 3 ikatan rangkap akan lebih mudah teroksidasi
daripada asam lemak linoleat dengan 2 ikatan rangkapnya dan oleat dengan 1
ikatan rangkapnya. Pada minyak kedelai kurang baik dijadikan minyak goreng,
karena banyak mengandung linoleat. Sedangkan minyak jagung baik digunakan
sebagai minyak goreng, karena linoleatnya rendah. Untuk mengatasi masalah pada
minyak kedelai, maka dilakukan proses hidrgenasi sebagian untuk menurunkan
kadar asam linoleatnya.
2.2.3.1 Reaksi-reaksi yang
terjadi selama degradasi asam lemak didasarkan atas penguraian asam lemak.
Produk degradasi terbentuk menjadi dua:
a. Hasil dekomposisi tidak menguap, yang tetap terdapat
dalam minyak dan diserap oleh bahan pangan yang digoreng.
b. Hasil dekomposisi yang dapat menguap, yang keluar
bersama-sama uap pada waktu lemak dipanaskan.
Pembentukan produk yang tidak menguap sebagian besar disebabkan oleh
otooksidasi, polimeriasai termal, dan oksidasi termal dari asam lemak tidak
jenuh yang terdapat pada minyak goreng. Reaksi-reaksi minyak dibagi atas tiga
tahap, yaitu inisiasi, propagasi (perambatan), dan terminasi (penghentian).
Oksidasi dari hidroperoksida yang lebih lanjut juga menghasilkan produk-produk
degradasi dengan tiga tipe utama yaitu pemecahan menjadi alkohol, aldehid,
asam, dan hidrokarbon, dimana hal ini juga berkontribusi dalam perubahan warna
minyak goreng yang lebih gelap dan perubahan flavor, dehidrasi membentuk keton,
atau bentuk radikal bebas yang berbentuk dimer, trimer, epksid, alkohol, dan
hidrokarbon.
Jika minyak dipanaskan pada suhu tinggi dengan adanya oksigen,
disebut oksidasi thermal. Derajat ketidak jenuhan yang diukur dengan bilangan iod,
akan berkurang selama pemanasan, jumlah asam tak berkonyugasi misalnya linoleat
akan berkurang dan asam berkonyugasi (asam linoleat berkonyugasi) bertambah
sampai mencapai maksimum, dan kemudian berkurang karena proses penguraian.
Proses pemanasan dapat menurunkan kadar lemak bahan pangan. Demikian
juga dengan asam lemaknya, baik esensial maupun non esensial. Kandungan lemak
daging sapi yang tidak dipanaskan (dimasak) rata-rata mencapai 17,2 %,
sedangkan jika dimasak dengan suhu 60 oC, kadar lemaknya akan turun menjadi
11,2-13,2%.
Adanya lemak dalam jumlah berlebihan dalam bahan pangan
kadang-kadang kurang dikehendaki. Pada pengolahan pangan dengan teknik
ekstrusi, diinginkan kadar lemak yang rendah. Tepung yang kadar lemaknya telah
diekstrak sebelum proses ekstrusi akan menghasilkan produk yang mempunyai
derajat pengembangan yang lebih tinggi. Kompleks lemak dengan pati pada proses
ekstrusi akan menyebabkan penurunan derajat pengembangan.
2.3 Proses Transfer Panas Pada
Pemasakan
Memasak, akhirnya, adalah tentang panas, bagaimana panas memasuki
makanan dan apa yang terjadi pada makanan ketika masuk. Dalam memasak, biasanya
ada elemen pemanas (seperti api), transfer panas medium (udara minyak, air,
panci, dll), dan makanan itu sendiri. Bergerak panas dari elemen melalui media
ke dalam makanan. 'Suhu' dan 'Panas' seringkali digunakan secara bergantian,
tetapi mereka tidak sama! Suhu merupakan pendorong untuk transfer panas.
Seperti gravitasi massa bergerak, suhu memindahkan panas. Panas bergerak dari
bahan panas ke bahan dingin (perbedaan suhu menyebabkan panas bergerak). Panas,
atau energi panas, adalah ukuran dari jumlah energi yang terkandung dalam bahan
(ini adalah sedikit disederhanakan-ada banyak langkah-langkah yang berbeda dan
bentuk-bentuk energi). Panas tergantung pada seberapa banyak bahan yang Anda
miliki: jika Anda dua kali lipat jumlah material, dua kali lipat panas.
2.3.1
Dalam memasak, ada tiga metode yang digunaan yaitu :
a) Konduksi
Konduksi adalah perpindahan panas akibat kontak molekul. energi
panas, yang dapat dianggap sebagai getaran molekul di tempat, yang sudah
ditransfer langsung dari satu bahan ke lain berhubungan dengan itu. Jika Anda
menyentuh panci panas, tangan Anda menjadi panas juga (jangan lakukan itu!).
Sebuah bentuk gradien suhu dari panas ke dingin - semakin besar perbedaan suhu,
semakin cepat konduksi. Jenis bahan materi juga - beberapa bahan (misalnya
logam) melakukan panas lebih baik dari yang lain (misalnya udara).
b) Konveksi
Konveksi adalah perpindahan panas karena gerakan massal molekul.
Molekul bergerak - berubah tempat, tidak hanya bergetar di tempat - dan
mengambil panas mereka dengan mereka. Ketika memanaskan panci air, sebelum
mendidih, konduksi akan membuat air semakin dekat sumber panas akan lebih
hangat daripada air jauh. Ketika kamu mengaduk panci, molekul panas menjauh
dari sumber pemanas, mengambil panas mereka dengan mereka, dan diganti dengan
yang lebih dingin.
c) Radiasi
Radiasi adalah perpindahan panas akibat gelombang energi yang
dipancarkan oleh objek lain. Energi dalam bentuk radiasi elektromagnetik
(seperti dibedakan dari 'radiasi nuklir', yang sangat berbeda) diserap oleh
makanan. Dua jenis yang paling umum energi radiasi dalam memasak adalah
gelombang inframerah ('gelombang panas') dan gelombang mikro. Berbeda konduksi
dan konveksi, radiasi tidak memerlukan media yang akan antara panas dan sumber
makanan (dalam kenyataannya, media hanya mendapat di jalan). Energi yang secara
harfiah 'tersenyum' langsung ke dalam makanan.
2.3.2
Istilah yang penting untuk memahami perpindahan panas
a.
Konduktivitas Termal
Menjelaskan bagaimana material mudah akan memberikan atau mengambil
panas melalui konduksi. Suatu bahan dengan konduktivitas termal tinggi akan
mentransfer panas dengan cepat, sementara bahan konduktivitas yang rendah akan
mentransfer panas lebih lambat
b.
Kapasitas Panas
Aspek penting lainnya yang bergerak panas adalah berapa banyak suhu
suatu perubahan materi saat Anda memindahkan sejumlah panas ke dalamnya.
kapasitas panas mengacu pada seberapa cepat perubahan suhu suatu benda dengan
penambahan panas. Ketika Anda menambahkan panas ke bahan dengan kapasitas panas
yang tinggi, maka akan meningkatkan suhu lebih lambat dari pada material dengan
kapasitas panas lebih rendah.
c.
Absorbansi
Cara yang material menyerap radiasi disebut absorbansi yang (lebih
khusus, fraksi radiasi pada panjang gelombang tertentu yang diserap).
Absorbansi di sini adalah istilah khusus yang terkait dengan radiasi, dan tidak
harus bingung dengan 'penyerapan'. Agar makanan untuk menyerap panas dari radiasi,
itu harus mampu menyerap radiasi. Bahan menyerap berbagai jenis radiasi yang
berbeda. Misalnya air tidak menyerap cahaya kuat, tapi itu tidak mudah menyerap
radiasi gelombang mikro.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
·
Pengaruh
pemasakan terhadap pangan yang mengandung protein: Dari semua proses pemasakan
bahan pangan, yang paling sering digunakan adalah pemanasan. Pemanasan protein
dapat menyebabkan terjadinya reaksi-reaksi, baik yang diharapkan maupun yang
tidak diharapkan. Reaksi-reaksi tersebut diantaranya denaturasi, kehilangan
aktivitas enzim, perubahan kelarutan dan hidrasi, perubahan warna, derivatisasi
residu asam amino, cross-linking, pemutusan ikatan peptida, dan
pembentukan senyawa yang secara sensori aktif.
·
Pengaruh pemasakan
terhadap pangan yang mengadung karbohidrat: Pemasakan karbohidrat diperlukan unutk mendapatkan
daya cerna pati yang tepat, karena karbohidrat merupakan sumber kalori.
Pemasakan juga membantu pelunakan diding sel sayuran dan selanjutnya
memfasilitasi daya cerna protein. Bila pati dipanaskan, granula-granula pati
membengkak dan pecah dan pati tergalatinisasi.
·
Pengaruh pemasakan terhadap
pangan yang mengandung lemak: Pemasakan yang biasa dilakukan pada rumah tangga
sedikit sekali berpengaruh terhadap kandungan lemak, tetapi pemanasan dalam
waktu lama seperti penggorengan untuk beberapa kali, maka asam lemak esensial
akan rusak dan terbentuk produk polimerisasi yang beracun. Lemak yang
dipanaskan berulangkali dapat menurunkan pertumbuhan pada tikus percobaan.
·
Dalam memasak, ada tiga metode
yang digunaan yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi
3.2 Saran
Memasak merupakan salah satu cara untuk menyajikan makanan dengan
berbagai cara berbeda, dalam proses memasak terjadi pemindahan panas yang
berlangsung bukan hanya itu terjadi juga
pengaruh atau efek dalam proses pemasakan. Tentu ini semua jika
tidak diperhatikan pada saat memasak dapat berpengaruh dalam hasil nantinya
baik dalam segi rasa, tampilan warna maupun bentuk dari masakan.
DAFTAR
PUSTAKA
Tarwotjo Soejoeti.C. 1998. Dasar-dasar Gizi Kuliner, Gramedia Widiasarana.
Auliana, R., 2001. Gizi dan Pengolahan Pangan. Adicita Karya Nusa, Yogyakarta.
Estiasih,
T. dan K. Ahmadi, 2009. Teknologi
Pengolahan Pangan. Bumi Aksara,
Jakarta.
Winarno, F.G., 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Almatsier,
S., 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
PERSAGI, 2005. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Persatuan Ahli Gizi Indonesia. Jakarta.
Apriantono, Anton. 2002. Pengaruh
Pengolahan Terhadap Nilai Gizi dan Keamanan Pangan. Makalah seminar Kharisma
Online. Dunia Maya.
Slots at Red Dog Casino - Mapyro
BalasHapusFind the best gaming 경기도 출장마사지 machines at Red Dog Casino in Murphy, CT. The new slots machines at Red Dog 안산 출장안마 Casino offer a variety of games 강릉 출장안마 and a variety 대구광역 출장샵 of 전라북도 출장안마 slots.